UNIVERSITAS PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI Bali) unjuk gigi di ajang Denpasar Festival atau Denfest 2024. UPMI Bali mementaskan lakon “Putri Ayu” yang digarap Program Studi Pendidikan Seni, Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik), Fakultas Bahsa dan Seni. UPMI Bali mendapat bagian tampil di Panggung Budaya, sisi utara Lapangan Puputan Badung, 25 Desember lalu.
Drama “Putri Ayu” digarap mahasiswa yang ambil bagian sebagai penabuh, gerong, penari, dan tentunya ada yang menjadi pemain drama. Mereka disertai dua dosen UPMI Bali sekaligus seniman Bali yang sudah malang melintang di dunia pertunjukan, I Wayan Sugama, S.Sn., M.Sn. alias Codet dan I Ketut Muada, S.Sn., M.Sn. alias Joblar. Mereka pun turut tampil bersama para mahasiswa, sekaligus menjaga alur cerita agar tetap berada di relnya.

Menurut Sugama yang menjadi inisiator sekaligus koordinator pementasan, ide cerita drama “Putri Ayu” didapat dari internet, kemudian diolah dan dan disesuaikan dengan tema Denfest 2024, yakni “Ngarumrum Kerta Langu: Kilau Denpasar”.
“Makna di balik Putri Ayu itu, ibarat sebuah daerah yang cantik, harum, bahagia, dan pasti disukai oleh banyak orang. Ketika orang banyak menyukai, pasti akan banyak juga orang yang akan datang. Untuk mengenal daerah itu lebih dalam, makanya ada salah satu dialog dari Putri Ayu ‘jika ingin mengenal Putri Ayu lebih dalam, tinggalah di sini, maka Anda akan lebih banyak tahu’. Daerah yang harum itu diandaikan dengan Kota Denpasar,” paparnya.
Dijelaskan, kendala yang pasti selalu ditemui saat berproses adalah kesulitan mengatur waktu di antara para pemain. Terlebih lagi, ini kali pertama berkesempatan tampil di Denfest.
“Intinya, kita ingin berbuat jauh lebih banyak. Lewat drama ini, harapannya kita bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat terhadap masyarakat, terutamanya di kota Denpasar dalam bentuk hiburan dan edukasi yang estetis. Selain itu, kesempatan ini juga menjadi ajang untuk kita bisa mempromosikan UPMI Bali kepada masyarakat kota Denpasar dan masyarakat dari daerah lain yang datang pada saat itu,” tegasnya.

Pementasan drama “Putri Ayu” juga diiringi musik kolaborasi ala program studi Pendidikan Sendratasik, UPMI Bali, yang menggunakan alat musik tradisional seperti gangsa, jublag, kendang, tingklik, kajar, ceng-ceng ricik, klentong, dan gong yang dipadupadankan dengan alat musik modern seperti chimes, gitar, bass, dan kajon.
Dialog dominan menggunakan bahasa Indonesia, walaupun terkadang ada pula beberapa ungkapan dan celetukan bahasa Bali yang digunakan untuk mencairkan suasana. Ni Kadek Dewi Setiari atau akrab disapa Cantika, mahasiswi semester V program studi Pendidikan Sendratasik yang beperan sebagai Putri Ayu, mengatakan sangat senang dan bangga bisa terlibat dalam pementasan tersebut.
Meskipun demikian, Cantika juga mengaku sempat dirundung rasa kecewa dan tidak puas. “Jujur saya sangat senang sekali, tetapi senangnya bercampur kecewa dan ketidakpuasan. Karena kita tampil dikejar waktu yang singkat, hanya 30 menit. Jadi ada beberapa bagian yang harus terpotong, dan jadi terkesan kurang jelas,” ujarnya.
Menghadapi situasi semacam itu, langkah cepat diambil dengan memotong beberapa bagian cerita. Meski terkesan menjadi kurang nyambung, tetapi pesan atau inti cerita masih bisa tersampaikan dengan tuntas kepada penonton, dan yang terpenting dari sebuah pementasan adalah ‘menghibur’.
Reporter: Dede Putra Wiguna