TANTANGAN PERS BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB DI ERA DISRUPSI DIGITAL

Oleh: I Wayan Dede Putra Wiguna

DISRUPSI digital merupakan pergeseran besar yang menandai era dari offline ke online. Disrupsi merupakan peristiwa yang menyebabkan terjadinya berbagai perubahan, akibat revolusi teknologi informasi.

Pesatnya kemajuan dan perkembangan teknologi di awal abad ke-21 juga menyebabkan terjadinya fenomena era disrupsi digital. Disrupsi bukan hanya sekadar perubahan kecil, namun juga perubahan yang mampu mengubah tatanan fundamental. Era disrupsi tidak hanya mengubah wajah media dan industri yang mendukungnya, namun juga cara kita berkomunikasi, sikap, dan perilaku kita. Perubahan komunikasi dapat dilihat sebagai tanda perubahan cara kita berkomunikasi akibat penggunaan media digital. Salah satu perubahan mendasar tersebut adalah perkembangan atau kemajuan teknologi.

Perubahan ini menandakan aktivitas manusia berpindah dari dunia nyata ke dunia maya, dari tenaga manusia ke tenaga mesin, dan dari komputer ke robot. Ini mengubah tatanan yang sudah ada sebelumnya. Selain berbagai kemudahan yang ditawarkan, berbagai dampak negatif juga dapat terjadi, antara lain; (1) penyebaran berita palsu (hoaks), (2) pencurian data dan privasi, (3) penurunan produktivitas, dan (4) meningkatnya angka pengangguran.

Di era disrupsi digital saat ini, jurnalisme telah berkembang dengan cepat dan aksesnya semakin mudah dengan berkembangnya media sosial, situs berita daring, dan platform-platform lainnya yang memungkinkan siapa saja untuk menjadi pembuat konten. Kehadiran teknologi digital tidak hanya memudahkan akses informasi, namun juga memberikan tantangan baru terhadap kebebasan pers. Dalam konteks ini, kebebasan pers menghadapi berbagai kendala yang memengaruhi kebebasan, kredibilitas, dan integritas jurnalisme.

Pers pada hakikatnya merupakan jembatan informasi bagi masyarakat. Oleh karena itu, wartawan dan media berita harus mematuhi standar etika dan aturan pemberitaan serta menjaga keseimbangan dalam berbagai aktivitasnya. Saat ini, berbagai situasi menuntut pers untuk mengklarifikasi informasi. Kepercayaan masyarakat terhadap pers kini kian meredup. Di sisi lain, wartawan dan media berita harus waspada menghadapi kekacauan dan kebingungan yang disebabkan oleh kehadiran teknologi digital ataupun kecerdasan buatan.

Ketika berbicara tentang tanggung jawab pers, kita kembali kepada fungsi pers, yakni memberikan informasi, pendidikan, hiburan, serta sebagai kontrol sosial. Oleh karena itu, tanggung jawab pers di Indonesia adalah memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat secara cepat, tepat, dan profesional.

Gempuran disrupsi digital saat ini menuntut media berita untuk memiliki akun media sosial atau laman website resmi, sehingga informasi dapat dipublikasikan dengan cepat ke berbagai platform yang dapat dinikmati oleh masyarakat modern masa kini. Dengan memanfaatkan teknologi digital, penyebaran informasi media berita akan dapat bersaing dengan pemilik akun media individual yang juga menyebarkan informasi tanpa aturan jurnalistik atau kode etik jurnalistik, serta tanpa melalui proses filtering atau editing.

Dengan kata lain, banyak informasi di masa kini yang tersedia bagi publik tanpa pelaporan atau verifikasi yang akurat dan lengkap. Karena semua orang bisa menciptakan medianya sendiri untuk meraup keuntungan. Selain itu, bentuk pemberitaan yang dibuat oleh pemilik media individual cenderung terpolarisasi, bersifat clickbait, dan kontroversial, sehingga sulit untuk menyaring kualitas informasi yang disebarkan tersebut.

Tantangan Pers Bebas Dan Bertanggung Jawab Di Masa Kini

Salah satu tantangan terbesar pers di masa kini adalah menjamurnya berita palsu (hoaks). Berita palsu saat ini sudah menjadi ancaman besar bagi pers. Pasalnya, informasi yang belum pasti kebenarannya, dapat disebarluaskan begitu cepat akibat adanya media digital. Informasi yang tidak valid ini dapat menyesatkan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pers atau media massa.

Kepercayaan masyarakatlah yang selama ini menghidupi dan menjadikan pers sebagai alat kontrol sosial. Namun, dengan berbagai problematika dan kekeliruan penyebaran informasi di media digital saat ini, kepercayaan itu perlahan mulai memudar. Nyatanya, masih banyak oknum wartawan yang menggunakan privilige-nya untuk meraup keuntungan lebih dari sebuah liputan maupun pemberitaan. Selain itu banyak pula wartawan yang menggunakan cuitan atau komentar-komentar di media sosial sebagai bahan berita, padahal hal tersebut belum dikonfirmasi dan divalidasi. Selain itu, tidak jarang juga banyak oknum wartawan online yang mengambil bahan berita tanpa izin terlebih dahulu. Sehingga banyak orang yang merasa dirugikan oleh beberapa oknum wartawan tersebut.

Selain wartawan, masyarakat juga memegang peranan penting sebagai jurnalisme warga (citizen journalism). Jurnalisme warga menunjukkan perubahan paradigma dalam produksi dan konsumsi berita. Para warga tidak hanya menjadi konsumen pasif informasi, tetapi juga turut berperan dalam proses pembuatan berita. Mereka dapat mengabadikan peristiwa disekitarnya dengan menggunakan gawai pintarnya, kemudian menyebarluaskannya melalui media sosial atau platform lainnya.

Kelebihan utama jurnalisme warga adalah kemampuannya untuk menyajikan sudut pandang yang berbeda dan beragam dalam sebuah peristiwa. Hal ini dapat melengkapi liputan yang dilakukan oleh media konvensional yang cenderung terbatas oleh sumber daya dan waktu. Namun, kelemahan jurnalisme warga terletak pada kurangnya verifikasi dan validasi informasi, sehingga terkadang berita yang disajikan tidak jarang menjadi hoaks.

Satu hal mendasar dan berdampak yang dapat dilakukan pemerintah untuk membenahi kekacauan pers saat ini adalah dengan mengamandemen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Hal ini harus dilakukan karena Undang-Undang tersebut sudah tidak relevan jika digunakan di masa disrupsi digital saat ini. Banyak perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam hal pemberitaan. Bahkan, dengan munculnya jurnalisme warga yang begitu bebas dan tidak terikat, sudah sepatutnya Undang-Undang tersebut mendapatkan perubahan dan perhatian dari pihak yang berwenang.

Banyak hal yang perlu diperhatikan, mulai dari penyebaran berita dalam media digital, peraturan yang relevan mengenai jurnalisme warga, penggunaan media individual sebagai sarana komersial, perizinan media berita, pembaharuan kode etik wartawan, dan lain sebagainya.

Kebebasan bukan berarti liberal, bebas bertindak semena-mena dan berperilaku ugal-ugalan. Namun, kebebasan adalah bebas untuk berkreativitas dengan penuh tanggung jawab, bertujuan untuk mencerdaskan khalayak, serta menciptakan generasi yang open minded dan mampu memaksimalkan transformasi digital secara optimal.

*Penulis adalah Mahasiswa semester VII, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, Universitas PGRI Mahadewa Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *