Menapak Jejak Bahasa dan Sastra di Bali Utara

MENGAWALI bulan Agustus, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah (PBID), Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) melaksanakan kegiatan rutin tahunan yaitu Kuliah Kerja Lapangan (KKL).

Program KKL kali ini dilaksanakan di kota penuh pesona Singaraja, dengan tajuk “Menapak Jejak Bahasa dan Sastra di Bali Utara”. Kegiatan ini telah terlaksana pada tanggal 2-3 Agustus 2024, diikuti oleh 22 mahasiswa PBID semester VII. Serta didampingi oleh beberapa dosen dan pegawai PBID, FBS.

Dr. Made Sujaya, S.S., M.Hum. selaku Ketua Program Studi PBID mengatakan bahwa alasan dipilihnya Bali Utara sebagai destinasi KKL kali ini, karena Bali Utara menyimpan begitu banyak keistimewaan dan hal-hal menarik yang erat kaitannya dengan kemunculan dan perkembangan bahasa dan sastra di Indonesia, khususnya di Bali.

Ia berharap kegiatan KKL ini dapat menjadi momentum untuk refreshing sekaligus jadi arena belajar dan menambah pengalaman bagi mahasiswa yang mengikutinya.

“Harapannya, KKL ini bisa menjadi langkah awal untuk menentukan judul skripsi nantinya. Sehingga kegiatan ini memang betul-betul menjadi Kuliah Kerja Lapangan yang bermanfaat,” harapnya.

Petualangan di Bali Utara di awali dengan menyambangi Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA). Terdapat beberapa agenda yang dilaksanakan di kampus seribu jendela itu, di antaranya Seminar Bersama oleh mahasiswa dan Benchmarking Study oleh para dosen.

Kegiatan seminar diisi oleh Yona Migi Arsela (UNDIKSHA) dan I Wayan Dede Putra Wiguna (UPMI) sebagai pemakalah yang dimoderatori oleh Firda Liana (UNDIKSHA).

Made Adnyana, Firda, Dede, & Yona saat Sesi foto bersama kegiatan Seminar Bersama Mahasiswa | Foto: Dok. UPMI

Selepas dari UNDIKSHA, perjalanan diselingi dengan singgah di situs Ni Nyoman Rai Srimben (Ibunda Ir. Soekarno) yang bertempat di Dusun Bale Agung, Desa Paket Agung, Kecamatan Buleleng. Situs Ni Nyoman Rai Srimben telah ditetapkan sebagai cagar budaya provinsi Bali. Di dalam rumah itu, terdapat Bale Agung, bangunan berukuran 3X3 meter yang merupakan kediaman sehari-hari ibu sang proklamator. Dengan mengunjungi situs ini, mahasiswa dapat menambah wawasan mengenai kisah hidup Ni Nyoman Rai Srimben, perkawinannya dengan Raden Soekemi Sosrodiharjo, hingga lahirnya Putra Sang Fajar Ir. Soekarno.

Jro Mangku Made Arsana, Keluarga Ni Nyoman Rai Srimben menjelaskan silsilah | Foto: Dede

Tak berselang lama, perjalanan pun dilanjutkan kembali dengan mengunjungi Gedong Kirtya atau Museum Gedong Kirtya. Museum ini merupakan museum lontar tertua di Bali. Tokoh berjasa yang melatarbelakangi kelahiran Gedong Kirtya adalah Herman Neubronner Van Der Tuuk, beliau mendirikan Gedong Kirtya pada 2 Juni 1928. Gedong Kirtya kini sudah berdiri selama 95 tahun,

Dewa Ayu Putu Susilawati, S.S., M.Hum. selaku pengelola mengatakan bahwa saat ini Gedong Kirtya menyimpan ribuan manuskrip daun lontar, prasasti, manuskrip kertas, hingga dokumen-dokumen lama peninggalan Belanda yang tersusun rapi dalam banyak kropak (peti penyimpanan). Lontar tertua di Gedong Kirtya berasal dari abad ke-14 dan buku tertua dari abad ke-16.

Ibu Susilawati memberikan penjelasan mengenai Gedong Kirtya | Foto: Dok. UPMI

Mengunjungi situs Gedong Kirtya menjadi destinasi yang berkesan bagi rombongan KKL, khususnya mahasiswa dan para dosen bahasa dan sastra Bali.

Pengembaraan di hari pertama ditutup dengan kunjungan di Little Museum of Anak Agung Pandji Tisna yang bertempat di Lovina, Bali. Areal Museum ini merupakan tempat dimana dahulu Pandji Tisna pernah tinggal dan menciptakan beberapa karya-karyanya, seperti novel Sukreni Gadis Bali yang fenomenal.

Pada awalnya museum Pandji Tisna didirikan oleh Anak Agung Brawida (cucu Anak Agung Panji Tisna). Kemudian kini dilanjutkan kembali oleh anaknya yaitu Anak Agung Kosala Negara.

Museum ini menghimpun beberapa peninggalan dari Anak Agung Pandji Tisna, seperti buku, pernak-pernik, dan benda-benda kuno lainnya. Meskipun tidak banyak koleksi yang ada, kediaman dan lingkungan Pandji Tisna lah yang sebetulnya menjadi daya tariknya.

Selain itu, dilaksanakan pula Kuliah Umum mengenai kajian Literary Tourism (Pariwisata Sastra) oleh Dr. I Wayan Artika, M.Hum. (Dosen FBS UNDIKSHA). Kuliah umum ini diikuti dengan seksama oleh mahasiswa KKL.

Salah satu mahasiswa KKL, Agus Sukmadana mengatakan bahwa pembahasan mengenai Literary Tourism yang disampaikan oleh Pak Wayan Artika memberikan pemikiran baru terhadap kajian sastra yang antimainstream, serta memberikan inspirasi dan insight lain dalam mengkaji sebuah karya sastra. Tidak hanya dari aspek fiksi, tetapi juga dari aspek non fiksinya.

Keesokan harinya, sebelum kembali menuju Denpasar, seluruh rombongan mengunjungi Mahima Institute dan Tatkala di jalan Pantai Indah, Baktiseraga, Buleleng. Kami disambut dengan suasana yang sederhana namun bersifat kekeluargaan. Dilaksanakan pula workshop penulisan kreatif dan pengenalan media Tatkala.co oleh Sonia Piscayanti dan Made Adnyana Ole selaku founder sekaligus pengelola dari Mahima Institute dan Tatkala.co.

Selain itu, Adnyana Ole juga membagikan kiat-kiat ataupun tips dan trik menulis di media massa baik cetak maupun digital, khususnya di Tatkala. Mahasiswa bisa memanfaatkan Tatkala sebagai wadah untuk menabung tulisan, serta tempat untuk belajar menulis bersama. Karena pada dasarnya Tatkala merupakan media pendidikan atau tempat untuk belajar.

Adnyana Ole menyebutkan sampai sekarang sudah ada 800 penulis dari berbagai kalangan.  Di antara 800 penulis, banyak pula mahasiswa yang mengirim tulisan hanya untuk pemenuhan tugas, tetapi ada saja satu atau dua orang yang nyangkut dan terus menulis rutin untuk Tatkala. Yang aktif menulis rutin saat ini hanya sekitar 50 penulis.

Tatkala merupakan media yang independent dan tidak bersifat komersil. Kendati demikian, Tatkala tetap membuka peluang untuk berbagai kerja sama. Ia juga mengatakan bahwa Tatkala bukanlah media yang ingin bersaing dengan media lain.

“Justru karena kami tidak bersaing, makanya kami tetap eksis,” pungkasnya.

Selepas berdikusi hangat di Mahima Institute, rombongan KKL kembali ke Denpasar melewati jalur Pupuan.

“Sekalian sambil refreshing kita singgah ke Patung Budha Tidur di Vihara Dharma Giri,” kata I Made Adnyana, S.H., M.H. (Dosen UPMI).

Patung Budha Tidur menjadi destinasi terakhir dari rangkaian KKL yang dilaksanakan selama dua hari satu malam di Singaraja, kota yang penuh pesona dan romansa itu.

Penulis: I Wayan Dede Putra Wiguna

One thought on “Menapak Jejak Bahasa dan Sastra di Bali Utara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *