Windari dan Dede Jadi Pionir Lulus Tanpa Skripsi di UPMI Bali

Dua orang mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah (PBID), Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Kadek Windari dan I Wayan Dede Putra Wiguna menjadi pionir lulus tanpa skripsi di Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali. Keduanya menyelesaikan studi melalui jalur tugas akhir proyek inovatif karya sastra dan jurnalistik. Kadek Windari menulis buku kumpulan cerpen Bapak Berdiri di Ambang Pintu, sedangkan I Wayan Dede Putra Wiguna menulis buku kumpulan berita kisah (feature) Bersama Seni di Sukawati. Dalam ujian yang dihadiri dosen pembimbing, penguji, serta mahasiswa Prodi PBID di Kampus UPMI Bali, Senin, 30 Juni 2025, karya kedua mahasiswa ini dinyatakan diterima sebagai tugas akhir proyek inovatif karya sastra/jurnalistik di Prodi PBID, FBS, UPMI Bali.

“Ini sejarah baru bagi UPMI Bali. Pertama kali ada mahasiswa yang lulus tanpa skripsi dan itu dimulai dari Windari dan Dede,” kata Ketua Prodi PBID, Gede Sidi Artajaya yang turut sebagai penguji.

Sidi Artajaya juga menyatakan rasa salut kepada Windari dan Dede yang bisa merampungkan tugas akhir proyek inovatifnya dalam waktu kurang dari enam bulan. Terlebih lagi, mereka tidak hanya membuat produk berupa buku yang diterbitkan penerbit umum, namun juga menulis laporan tugas akhir yang menjelaskan deskripsi karya, proses kreatif, kesulitan yang dihadapi serta rencana kreatif selanjutnya.

Guru Plus

Menurut Sidi, proyek inovatif karya sastra/jurnalistik ditetapkan sebagai alternatif TA di Prodi PBID karena dinilai gayut dengan bidang ilmu yang dipelajari serta profil lulusan dan CPL prodi. Dijelaskan Sidi, di Prodi PBID, FBS, UPMI Bali, selain mendapatkan ilmu di bidang pendidikan bahasa dan sastra, mahasiswa juga mendapatkan mata kuliah kejurnalistikan, kepenyiaran, dan penulisan kreatif sastra.

“Profil utama lulusan Prodi PBID memang menjadi guru. Tapi, tidak hanya menjadi guru, mereka juga bisa menjadi jurnalis, sastrawan, konten kreator, maupun wirausahawan di bidang pendidikan, bahasa, dan sastra. Bahkan, lulusan kami banyak yang multitalenta, semacam guru plus penulis/pengarang, guru plus pewara, guru plus wirausahawan,” kata Sidi.

Menurut Sidi, Windari dan Dede tergolong sebagai mahasiswa multitalenta. Windari tak hanya mengajar di bimbingan belajar, tapi juga menulis cerpen. Dia juga menjuarai lomba cerpen dalam Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimida) Bali tahun 2024 dan menjadi duta Bali di nasional. Di tingkat nasional Windari masuk peringkat enam besar. Sementara Dede tampil sebagai juara III lomba menulis puisi Pekmisida Bali. Keduanya juga cakap menulis karya ilmiah. Terbukti keduanya punya karya tulis ilmiah di jurnal ilmiah, menulis artikel di book chapter serta beberapa kali tampil menjadi pemakalah pendamping dalam seminar nasional.

Keragaman Pilihan TA

Dekan FBS UPMI Bali, I Made Sujaya menjelaskan mulai tahun akademik 2024/2025, UPMI Bali yang sebelumnya bernama IKIP PGRI Bali memberi keleluasaan kepada mahasiswa untuk menyusun tugas akhir. Dipaparkan Sujaya, sesuai Surat Keputusan Rektor UPMI Bali Nomor 0030/UPMI/I/2025 tentang Ketentuan Tugas Akhir Program Sarjana dan Program Magister UPMI, jika sebelumnya jenis tugas akhir hanya skripsi atau tesis, kini mahasiswa diizinkan membuat proyek, prototipe, publikasi jurnal ilmiah, bahkan pengakuan prestasi karya tulis ilmiah/nonkarya tulis ilmiah. Hal ini sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 53/2023 tenntang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang tidak lagi mewajibkan skripsi sebagai satu-satunya bentuk tugas akhir di program sarjana maupun tesis sebagai tugas akhir di program magister.

“Kami di FBS menetapkan alternatif tugas akhir selain skripsi atau tesis sesuai dengan karakteristik prodi dan selaras dengan profil lulusan atau capaian pembelajaran lulusan (CPL) yang ditetapkan prodi. Misalnya, Prodi PBID menetapkan proyek inovatif karya sastra/jurnalistik sebagai alternatif, Prodi Pendidikan Sendratasik menetapkan proyek inovatif seni pertunjukan, sedangkan Prodi Pendidikan Seni Rupa menetapkan proyek inovatif seni rupa,” kata Sujaya.

Walaupun sudah membuat produk berupa buku sastra atau jurnalistik, mereka tetap membuat laporan tugas akhir yang berisi deskripsi karya, proses kreatif, kendala dan hambatan yang dihadapi dalam berkarya serta rencana kreatif selanjutnya. Mereka juga tetap membuat proposal dan wajib diseminarkan. “Proposal atau laporannya tetap mengikuti format karya ilmiah, tetapi lebih sederhana jika dibandingkan skripsi,” imbuh Sujaya.

Komitmen Terus Menulis

Windari dan Dede mengaku terharu dan bangga bisa menyelesaikan tugas akhir proyek inovatif karya sastra/jurnalistik. Dalam waktu kurang dari enam bulan, dengan bimbingan dosen I Made Sujaya dan I Made Adnyana serta dimentori sastrawan sekaligus wartawan senior Gde Aryantha Soethama, mereka bisa menghasilkan buku sastra dan jurnalistik.

“Tahun lalu, setelah menjuarai lomba menulis cerpen dalam ajang Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimida), saya ditantang Pak Sujaya mengambil proyek inovatif sebagai tugas akhir. Karena di UPMI Bali ini sesuatu yang baru, awalnya khawatir, nggak yakin bisa. Tapi, karena mengambil tugas akhir proyek inovatif ini, akhirnya saya bisa punya buku,” kata Windari.

Dede juga mengaku minim pengalaman menulis berita kisah atau feature. Lelaki yang juga menjadi kontributor di salah satu media daring lokal ini mengaku bersyukur menerima tantangan membuat tugas akhir proyek inovatif karya jurnalistik. “Saya masih nggak percaya bisa punya buku karya sendiri,” kata Dede yang sebelumnya merupakan Ketua UKM Jurnalistik UPMI Bali.

Windari dan Dede berkomitmen akan terus menulis setelah tamat. “Buku ini bukanlah pencapaian akhir, melainkan langkah awal dari perjalanan yang lebih panjang. Ke depan, kami tetap berkomitmen untuk menulis, baik dalam bentuk cerpen, puisi, esai maupun karya kreatif lainnya,” ujar Windari dan Dede.

Program Menciptakan Penulis

Sastrawan sekaligus wartawan senior, Gde Aryantha Soethama mengapresiasi program tugas akhir proyek inovatif karya sastra/jurnalistik yang digagas kampus yang berlokasi di Jalan Seroja, Tonja, Denpasar, khususnya di Prodi PBID, FBS. “Ini program bagus. Ini program menciptakan pengarang atau penulis. Kita kan mengeluh, sulit lahir pengarang atau penulis. Dengan program ini, kita punya harapan. Entah dia nanti menjadi guru, tapi juga mengarang atau menulis,” kata Aryantha.

Menurut Aryantha, dengan menjadikan menulis buku kumpulan cerpen atau berita kisah sebagai tugas akhir, mahasiswa dididik untuk berkarya dengan benar. Pasalnya, dalam proses berkarya, mereka dibimbing dosen dan praktisi. Mereka juga mesti mempresentasikan rencana penulisan karyanya sehingga terjadi diskusi secara akademik. Dengan demikian karya mereka tidak asal-asalan. “Ini sebetulnya hal lama, tapi di sini menjadi sesuatu yang istimewa karena baru dilakukan. Di bidang eksakta memang sudah begini. Di Kedokteran sudah lebih dulu. Di literasi mestinya juga begitu. Dia tak hanya tahu teori menulis, tapi juga bisa menulis dengan baik,” tandas peraih penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award tahun 2006 lewat buku kumpulan cerpen Mandi Api. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *